Dalam sebuah pertandingan di Piala Dunia, sepak pojok siap dilakukan oleh pemain Spanyol.
Saat kita membuat ‘permintaan’ menjadi sebuah ‘keberpihakan’, kita hitung-hitung kemana Tuhan bakal berpihak. Kita hanya tahu soal kemenangan, tidak ada jalan keluar yang lain. Dan saat kita gagal, kita bertanya-bertanya, ‘mengapa masalah sesepele ini saja Dia tidak mengerti? Bukankah hidup saya sudah begitu menderita, namun Engkau tak juga mau memberi sedikit bahagia? ‘. Kita bukan bertanya. Kita protes…
-bahkan kepada Tuhan kita egois.
Bukankah lebih baik mereka memanjatkan doa kepada Yang Kuasa dengan, “Ya Tuhan, berikanlah aku ketegaran saat harus menerima kekalahan..”. "Ya Allah luruskan hatiku, imanku, penghambaanku kepada-Mu dalam setiap cobaan, dalam setiap kesedihan, dalam setiap kebahagiaan..".
Saat kemenangan kita berarti kekalahan orang.
Saat kebahagiaan kita berarti kedukaan pihak lain.
Saat kita begitu takut kalah dan begitu ingin menang.
Saat kita letakkan Tuhan di kalung-kalung, kemudian kita adu dengan kalung-kalung orang, dan kita menunggu-nunggu siapa yang akan dikalahkan.
Saat kita jadikan Tuhan sebagai ‘pembantu’ dalam pemenuhan nafsu-nafsu pengakuan.
Maka semua adalah jalan buntu….
Menit sembilah puluh lebih, peluit ditiup. Pertandingan usai.
Spanyol unggul, 3 melawan 1..
Tuhan, ampuni keserakahan kami….
No comments:
Post a Comment