Siapa yang sanggup mempertaruhkan hidupnya dengan begitu berani bagi nyawa orang lain? Siapa dia yang memberikan nyawanya, satu-satunya yang ia punya bagi sesuatu yang bukan miliknya? Siapa yang begitu ikhlas menyerahkan dirinya atas nama kemanusiaan, yang menurut banyak orang sekarang adalah sesuatu yang tak pernah orisinal?
Apa sebenarnya yang kamu cari, sahabat?
Benarkah dunia masih membutuhkan sentuhan platonis manusia atas sesamanya?
Benarkah ada ketulusan yang tak habis-habisnya bagi nasib orang lain?
Benarkah filantropi masih memberi makna dalam pragmatisme orang-orang yang melihatnya sebagai sebuah kekonyolan, pertunjukan badut-badut yang bahkan tidak membuat mereka tersenyum?
Benarkah manusia masih bisa tersentuh atas sebuah cerita tentang kemanusiaan?
Tidak juga perlu kau jawab pertanyaan-pertanyaan itu, saudaraku. Biarkan kami malu dalam dunia kami, yang kami penuhi dengan cermin-cermin pemuasan diri. Sungguh, hari ini kami malu untuk berdiri sejajar denganmu.
Tuhan besertamu.
sabda-Mu
gempa jantung-Ku
dan nama
yang berulang kali
kudengar
gaung di
dasar
palung
gugurlah
batu-batu
yang susun
dinding hati
runtuhlah
genting-genting
sirap penutup
atap sajak-Mu
dan di ujung senja
cekam pukau-Mu:
gentar isakku
-terimakasih untuk titiknol
No comments:
Post a Comment